Tahun Baru 2014 merupakan tahun yang istimewa bagi bangsa Indonesia. Mengapa? Karena di tahun inilah Indonesia akan melaksanakan sebuah “hajatan akbar” dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yaitu Pemilihan Umum 2014. Disebut sebuah “hajatan akbar” karena Pemilu ini merupakan titik balik (turning point) yang akan menentukan jalannya sejarah bangsa Indonesia 5 tahun ke depan, atau bahkan 50 tahun ke depan. Pemilu 2014 ini penting bukan hanya karena itu menandakan pergeseran kekuasaan dalam pemerintahan, tetapi juga karena berfungsi sebagai momentum untuk gelombang ketiga sejarah Indonesia.
Mungkin
Anda bertanya-tanya apakah itu gelombang ketiga? Gelombang ketiga ialah
peralihan generasi yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa, atau
saya meminjam kalimat dari Presiden PKS Anis Matta yaitu generasi muda yang
berusia di bawah 45 tahun akan memimpin bangsa ini. Gelombang ketiga ini akan
menggantikan gelombang kedua atau generasi tua yang selama ini memegang tongkat
kepemimpinan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Saya pun juga sempat berpikiran
seperti itu. Namun, jika kita kaji lebih jauh, gelombang ketiga ini merupakan
unsur terbesar dalam komposisi demografi yang ada di negeri kita ini. Karena,
dalam pemilu 2014 nanti pemilih pemula mayoritas berumur 18-21 tahun atau
dengan kata lain lahir pada tahun 1992-1997.
Selain
itu, terdapat banyak ciri-ciri lain dari gelombang ketiga ini, yaitu kelas
menengah yang berpendidikan cukup tinggi dan kesejahteraan yang membaik. Kelas
menengah yang berpendidikan cukup tinggi maksudnya ialah banyaknya kaum muda
yang berasal dari kelas menengah yang memperoleh pendidikan minimal S-1, hal
ini dapat kita lihat dengan makin banyaknya kaum muda kelas menengah yang
memasuki bangku kuliah jika kita bandingkan dengan keadaan 10 atau bahkan 20
tahun yang lalu. Hal ini telah membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat Indonesia cukup membaik, jika kita tidak mau mengatakannya sangat
baik. Generasi ini juga merupakan generasi asli demokrasi atau native
democracy generasi yang hanya mengalami demokrasi. Mereka tidak pergi melalui
Orde Baru ke era Reformasi. Mereka menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang
diberikan dan bukan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan berdarah. Selanjutnya,
untuk kelompok ini, kekacauan politik bisa memberi makan ke dalam rasa apatisnya
terhadap demokrasi. Karena ini merupakan gelombang baru yang lahir oleh
perubahan demografi. Oleh karena itu, orientasi terhadap kemanusiaan sebagai
puncak mind set generasi ini.
Tidak harus ada lagi perbedaan antara
negara dan masyarakat sipil. Negara harus kembali ke definisi inti sebagai
organisasi sosial untuk menciptakan ketertiban. Konsolidasi sosial akan
membantu pertumbuhan masyarakat. Negara ini kemudian diuji kapasitasnya:
Dapatkah negara berhasil memberikan perannya? Otoritas negara tidak lagi
relevan jika kapasitasnya untuk fungsi tersebut tidak memenuhi harapan ini
mayoritas baru. Oleh karena itu, saya percaya, untuk mengatasi masalah ini kita
perlu pendekatan kepemimpinan baru.
Pemilu 2014 tidak hanya akan mengakomodasi
pergeseran kekuatan, tetapi juga pergeseran masuk gelombang sejarah baru.
Sebuah pergeseran kekuatan hal yang lumrah dalam demokrasi. Namun, apa yang
lebih mendesak dan penting sekarang adalah memahami apa artinya perubabahan
gelombang ini bagi kita sebagai sebuah bangsa. Artinya, apa yang saya percaya
tentang ini, kita harus benar-benar menggali dan mendiskusikan sekarang. Jadi,
selamat tahun baru dan selamat menkmati kado ini. (Ida Ayu Putu Novinasari)
![]() |
ilustrasi 1 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar